SALING MENASEHATI DALAM ISLAM
Allah SWT. Berfirman :
إِلَّا
الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ
وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْ
“Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati
supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran.”
(QS. al-’Ashr [103]:1 – 3)
Menasehati
adalah fitrah, panggilan jiwa dan kebutuhan manusia. Tanpa disuruhpun -secara
langsung atau tidak– dengan cara yang baik atau tidak senang dan ringan hati
akan selalu menasehati manusia lainnya yang diketahuinya melanggar norma-norma
yang berlaku di masyarakat.
Dinasehati
juga adalah fitrah, panggilan jiwa dan kebutuhan manusia. Namun tidak semua
manusia -termasuk yang memberikan nasehat- senang dinasehati, serta bersedia
mendengar, menerima dan menjalankan nasehat. Lebih dari itu, orang yang menjadi
obyek nasehat bisa marah, menganggap orang yang memberikan nasehat ikut campur
urusannya, dan mencap orang yang menasehatinya sebagai orang yang sok suci.
Rasulullah saw. bersabda yang
artinya: “Seorang mukmin adalah cermin
bagi mukmin lainnya. Apabila melihat aib padanya dia segera memperbaikinya.”
(HR. Bukhari)
Sejatinya
dinasehati adalah menguntungkan. Selayaknya orang yang dinasehati tidak cukup
sekadar mendengar dan menerima nasehat dengan senang dan ikhlas hati, tapi
lebih dari itu seharusnya dia merasa beruntung, bersyukur kepada Allah swt.
lalu berterima kasih kepada orang yang menasehatinya meskipun cara memberikan
nasehat kurang berkenanan di hati. Mengapa demikian? Karena masih ada orang
lain yang peduli pada dirinya, pada keselamatan dan kebahagiaan dirinya di
dunia ini dan di kehidupan di akhirat kelak. Orang yang menasehatinya berarti telah
menyelamatkan diri, kehidupan dan agamanya, serta membuat dirinya bahagia bukan
hanya di kehidupan yang fana ini tapi juga di kehidupan yang kekal kelak.
Nasehat yang
diberikan orang lain ketika kita berniat akan berbuat salah bisa mencegah kita
benar-benar jadi berbuat salah. Nasehat yang kita terima ketika kita telah
berbuat salah menjadikan diri kita bisa mengetahui dan menyadari kesalahan
kita, mencegah kita terus menerus melakukan perbuatan salah, serta bisa
mendorong kita untuk bertaubat.
Sebagaimana
yang disabdakan Rasulullah saw. orang lain adalah layaknya cermin bagi diri
kita. Kita membutuhkan cermin untuk melihat wajah dan diri kita apakah telah
berpenampilan pantas. Kita tidak bisa melihat wajah, kepala, dan tubuh bagian
belakang kita tanpa cermin. Ketika bercermin kita mendapati ada sesuatu yang
tidak pantas pada wajah atau badan, kita tidak akan marah-marah pada cermin.
Yang kita lakukan adalah menghilangkan sesuatu yang mengganggu penampilan.
Demikian juga
halnya dalam kehidupan sehari-hari, kita membutuhkan orang lain untuk
memberitahu sesuatu yang tidak pantas (aib) yang ada pada diri kita. Kita tidak
bisa membaca dan melihat diri kita sendiri secara obyektif. Ketika “cermin” itu
mendapati dan memberitahu aib kita, selayaknya kita tidak marah-marah pada
“cermin” itu. Yang perlu kita lakukan adalah menghilangkan aib yang kita
miliki. Selain itu kita seyogyanya berterima kasih padanya yang telah sudi
membaca dan memberitahu aib kita tanpa pamrih.
Menasehati dan Sabar
Allah swt.
melalui surat al-’Ashr menginformasikan bahwa semua manusia mengalami kerugian
dalam kehidupannya kecuali mereka yang melakukan empat hal: 1. Beriman; 2.
Mengerjakan amal shaleh; 3. Saling menasehati supaya menaati kebenaran; 4.
Saling menasehati supaya menetapi kesabaran.
Mengapa mereka
yang tidak melakukan empat hal tersebut rugi? Rugi karena tidak (bisa)
memanfaatkan anugerah Allah swt. yang tidak bisa dinilai dan digantikan oleh
harta berupa waktu, umur, dan hidup dengan sebaik-baiknya. Cara terbaik memanfaatkan
waktu, umur, dan hidup adalah dengan jalan mengamalkan keempat hal tersebut.
Surat al-’Ashr
di atas juga mengisyaratkan dua hal: Pertama, manusia mengalami kerugian dalam
kehidupannya jika memberikan dan atau menerima nasehat tidak didasari oleh iman,
dan tidak diniatkan sebagai amal shaleh. Dan kedua, salah satu ciri orang
beriman dan orang shaleh adalah senang meminta, memberikan, dan menerima
nasehat.
Para pendahulu
kita yang shaleh (shalafus shaleh) telah memberikan teladan luar biasa dalam menerapkan
budaya saling menasehati. Salah satu dari mereka adalah Umar bin al-Khattab ra.
yang merupakan salah satu orang dari sepuluh orang yang dijamin masuk surga,
Beliau selalu sangat perhatian, ikhlas, dan senang terhadap setiap nasehat yang
ditujukan kepadanya walaupun disampaikan oleh orang biasa.
Pada suatu
kesempatan ketika beliau berkumpul dengan beberapa sahabat tiba-tiba ada
seorang berkata: “Ittaqillaha ya Umar!.” (Bertaqwalah/Takutlah kepada Allah,
wahai Umar!). Para sahabat lain yang mengetahui kedudukan dan tingkat ketaqwaan
beliau marah kepada orang itu. Beliau sendiri tidak marah tapi justru mencegah
kemarahan mereka sambil berkata: “Biarkan dia berkata demikian, sesungguhnya
tidak ada kebaikan bagi orang yang tidak mau mengatakannya, dan tidak ada
kebaikan bagi orang yang tidak mau mendengarnya”.
Demikian pula
para sahabat lain juga memberikan suri teladan dalam hal saling menasehati
sebagaimana yang disebutkan oleh Syaikh Muhammad Abduh ketika menafsirkan
hadits pertemuan dan perpisahan dua sahabat.
Ibnu Katsir
dalam tafsirnya mengatakan: “Suatu keterangan daripada ath-Tabrani yang ia
terima dari jalan Hamaad bin Salmah, dari Tsabit bin `Ubaidillah bin Hashn
menyebutkan: “Ketika dua orang sahabat Rasulullah saw. bertemu, mereka belum
berpisah kecuali salah satu dari mereka membaca Surat al-`Ashr terlebih dahulu,
setelah itu mereka mengucapkan salam sebagai tanda berpisah”.”
Hadits ini
ditafsiri oleh Syaikh Muhammad Abduh dengan memberikan penjelasan bahwa tujuan
pembacaan surat al-‘Ashr oleh para sahabat ketika hendak berpisah bukanlah
sekadar bertujuan untuk tabarruk (mengambil barokah). Namun lebih dari, tujuan
mereka membacanya adalah saling memperingatkan isi kandungan surat tersebut,
terutama ayat yang berisi perintah Allah swt. untuk saling menasehati dalam
kebenaran dan dalam kesabaran.
Para sahabat
Rasulullah saw. adalah generasi Muslim terbaik. Keislaman, keimanan, dan
ketaqwaan mereka tidak patut diragukan dan dipertanyakan. Namun demikian,
mereka tidak merasa tidak membutuhkan budaya saling menasehati. Apatah lagi
kita yang keislaman, keimanan, dan ketaqwaan kita masih bisa dan patut
diragukan dan dipertanyakan.
Untuk itu
marilah kita saling menerima dan memberi nasehat atas dasar iman. Dan
jadikanlah semua itudilakukan dengan hati terbuka, senang, dan ikhlas hati.
Jangan sebaliknya, suka menasehati namun jarang mendengar nasehat orang lain.
1 komentar:
Write komentarBaccarat | Play at the best online casinos online
ReplyBaccarat is a unique, exciting and entertaining game played on a computer screen. It's the same as 바카라 사이트 a traditional casino game, and 인카지노 you can play for free in septcasino demo mode right now!
EmoticonEmoticon